Sabtu, 19 Februari 2011

Di Balik Senyum Lexa (Part 1)


Seorang anak yang terlahir di sebuah keluarga yang harmonis menceritakan kisahnya padaku.
Setidaknya itu yang ku ketahui tentangnya sebelum ia bercerita padaku.
Kurang lebih seperti ini cerita anak yang bisa kita sebut Lexa.
Cerita bermula ketika aku kanak-kanak,aku menjalani hidup yang sempurna dengan materi yang cukup bahkan bisa dibilang lebih dari cukup dan kasih sayang dari keluargaku.Aku memiliki aktivitas seperti anak lainnya sepeti bermain,menangis,merengek,dan bermanja kepada kakak-kakakku.Semua itu tiba-tiba hilang begitu saja ketika aku berumur 9 tahun dan kakak-kakakku telah pergi untuk menuntut ilmu.Aku mulai merasa ada kerenggangan diantara orangtuaku saat mereka mulai tidak tidur bersama lagi,awalnya kukira ibuku hanya sedang ingin tidur denganku (aku tahu saat itu aku sangat lugu).Hingga saat semua teka-teka ini terjawab dan aku tahu jawabannya saat aku melihat dengan mata kepala ku sendiri pertengkaran hebat yang terjadi pada orangtuaku.Secara reflek aku menangis meraung-raung tetapi tak ada yang memperdulikan.Kejadian itu tidak terjadi sekali atau dua kali saja tapi setiap hari dan itu membuatku hampir gila.Mereka tidak tahu apa akibat dari yang mereka lakukan sampai mereka melihat aku tidak pernah bermain lagi dengan teman-temanku melainkan dengan teman khayalanku yang bahkan sempat kuperkenalkan kepada mereka,ibuku menatapku dengan tatapan mengasihani tetapi aku tahu aku tidak butuh belas kasihan tetapi aku butuh keluargaku kembali.Akhirnya mereka berhenti saling berteriak dan mulai menunjukkan keharmonisan mereka padaku walau aku tahu terkadang mereka masih bertengkar ketika aku tidak ada.Aku tetap menghargai apa yang mereka lakukan untuk membahagiakanku.
Aku pun mulai merasa nyaman dirumah tetapi itu saja belum cukup untuk mengembalikan keceriaan ku karena teman-teman di sekitar rumahku sudah mengetahui kebiasaanku anehku terdahulu dan mereka mulai menjauhiku,aku sempat berusaha mendekati mereka tetapi itu semua kuhentikan ketika salah satu dari mereka berkata padaku ”Menjauhlah orang aneh..Kami tidak mau bermain lagi denganmu apalagi kau anak brokenhome”,hatiku teriris mendengarnya.Saat disekolah pun keadaan tidak jauh lebih baik dari lingkungan rumahku.Mereka juga menjauihiku karena keadaanku yang sempat labil tapi aku tidak mau menyerah pada keadaan dan aku mendekati mereka dengan memberikan perhatian lebih kepada mereka itu semua menyibukkanku hingga aku lupa akan rumah.Lalu ketika mereka mulai berbaik hati kepadaku suatu kejadian merusak segala pandanganku terhadap mereka semua.Sebelum ke pokok permasalahan ku beritahu bagimana kepercayaanku pada seorang teman dihancurkan begitu saja.Aku sempat memiliki seorang sahabat yang sangat dekat padaku,namun ketika ia ketahuan mencontek ia melupakan hubungan itu dan melimpahkan semua kesalahannya kepadaku,guru-guru mulai memandangku sebagai anak yang nakal.Aku berusaha menjelaskan kepada mereka apa yang terjadi sesungguhnya hingga aku meneteskan air mataku,akhirnya mereka percaya dan teman-temanku yang lain juga mempercayaiku.Meskipun perasaanku sudah lega karena aku paling tidak suka dikucilkan bahkan aku membencinya tetapi aku masih menyimpan amarah kepada mantan sahabatku itu,kau tahu bukan sekali itu saja dia menghianatiku dia sering kali membuat teman-temanku menjauh dariku.Cerita berlanjut saat aku hendak lulus dari SD,kejadian itu terjadi.Saat itu aku kesiangan dan akan terlambat untuk mengikuti latihan pepisahan,aku berlari sekencang yang kubisa dan berhenti begitu mendadak ketika ku dengar percakapan teman-temanku mengenai diriku “Besok kita sama-sama sekolah di SMP1 ya?Biar bisa bareng,tapi Lexa gak usah diajak”kata Ria.”Tapi kalau dia gak diajak gak ada yang beliin aku jajan...trus gak ada yang ngikutin aku kemana-mana?”ucap Alvia.Ria berkata”Gak pa-pa,yang penting gak ada pembawa sial dideket kita kan?”.Semua sepakat akan perkataan Ria.Seketika itu juga air mataku mengalir deras tanpa kusadari dan hatiku kembali hancur,kembali terluka,dan kembali kecewa.Tanpa pikir panjang aku berlari pulang dan mengurung diri di kamar.Itu adalah saat terakhir kalinya aku melihat mereka karena aku tidak menghadiri acara perpisahan bahkan aku juga pindah dan bersekolah di desa untuk menghindari mereka,kurasa mereka juga tak akan pernah merindukanku.Saat aku duduk di bagku SMP aku sering sakit lalu ibuku membawaku ke dokter.Hampir semua dokter spesialis kami datangi tetapi tak ada yang tahu akan penyakitku hingga aku berobat ke dokter spesialis syaraf.Ibuku sangat kaget mendengar apa yang dikatakan dokter itu,ibuku meminta pemeriksaan ulang terhadapku tetapi hasilnya sama saja.Aku mengidap penyakit yang tidak diketahui tetapi dapat digolongkan pada penyakit epilepsy dimana si penderita memiliki elektomangnetik yang terlalu aktif didalam otak sehingga dapat menyebabkan pasien sering pingsan,sesak napas,dan pusing-pusing bahkan mual.Dokter menjelaskan apabila penyakitku tidak ditanggulangi secara serius bisa membuatku mengalami gangguan jiwa.Penyakitku dapat disembuhkan dengan cara mengontrol emosiku,minum beberapa obat untuk meredakan elektromagnetik tersebut,tidak mengkonsumsi makanan atau minuman yang mengandung bahan peningkat ion,dan perawatan teratur.Seharusnya aku dapat sembuh apabila aku menderita penyakit ini saat dewasa tetapi karena aku masih muda bahkan bisa dibilang anak kecil sulit bagiku untuk sembuh.Persentase kesembuhanku hanya 0,2% dan itu pun apabila terjadi muzizat.
Awalnya aku sempat syok tetapi setelah kupikirkan kembali itu semua bukanlah masalah.Dibandingkan kehampaan yang selama ini kurasakan,kematian bukanlah hal buruk. ”Sudahlah mah.. Aku gk apa2 kok.”,ucapku santai pada ibuku.”Apa kamu bilang lexa?? Kamu dengar kana pa yang tadi dokter bilang?? Bisa-bisanya kamu menganggap enteng semua itu.Ya sudah,terserah padamu saja..”,kata ibu.Aku tahu ibu marah,tapi mau bagaimana lagi...? Memangnya dengan menangis aku bisa sembuh?? Yang ada lama2 aku bisa gila!!.
Ketidak perdulian orangtuaku semakin menjadi-jadi seiring aku bertumbuh remaja.Puncaknya adalah saat aku hendak berpulang ke rumah,aku berjumpa mereka di tempat kerabat.Dan ketika ku hampiri mereka.”Mah,boleh aku ikut naik mobil? Aku pusing.”,aku mengaku lesu.”Tidak bisa Lex.. Banyak teman mamah yang mau ikut lagian kamu kan naik sepeda.. Sudah sana,kamu naik sepeda saja!”bentak ibu.Mukaku semakin pucat,”Tapi aku udah gak kuat mah..”.Ayah menghampiri dan berkata,”Sudah,sudah...Dari pada dia pingsan di jalan bisa repot kita.Lexa kamu taruh sepedamu di tempat Om Bintong.Cepat! Teman papah sudah menunggu”.Padahal aku baru saja berjalan beberapa langkah ayah berkata “Anak itu merepotkan saja... Sudah cape aku mengurusnya.”.Aku berkaca-kaca mendengarnya,kakiku gemetar dan tanpa sadar kukayuh sepedaku sekencang mungkin.Tak kuhentikan kayuhanku meski mereka memanggil.Luka dihatiku kembali menganga lebar.Mataku sudah bengkak sesampainya di rumah.Ayah sudah menunggu di pintu depan dan bertanya “Apa maksudmu tiba2 kabur seperti itu? KAMU MAU MEMBUATKU MALU APA??”.Aku yang masih limbung melewatinya begitu saja sambil menunduk.”LEXAA!!KAMU TIDAK DENGAR APA??”,teriakan ayah menggema di kepalaku.Ibuku menghampiriku dan belum sempat ku mengangkat kepala tiba2 terdengar bunyi PLAK!! Yang sangat keras.Aku tak tahu apa yang terjadi tapi kurasakan rasa panas yang mendalam di pipi kananku.”LEXA!!Kamu knapa sih??! Sopan sedikit pada ayahmu!”,amarah ibu melambung.”Maah mah”,ucapku diselingi isakan.”Maaf katamu???”,itu ucapan ibuku yang terakhir dan dilanjutkan dengan cubitan besar juga tepukan keras di pantatku.Aku hanya bisa menangis menunggu siksaan itu berakhir.
Bersambung..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar